Mulanya, praktek penerapan SRI tampak “melawan arus”
SRI menentang asumsi dan praktek yang selama ratusan bahkan ribuan tahun telah
dilakukan. Kebanyakan petani padi
menanam bibit yang telah matang (umur 20-30 hari), dalam bentuk rumpun, secara serentak,
dengan penggenangan air di sawah seoptimal mungkin di sepanjang musim. Mengapa?
Praktek ini seolah-olah mengurangi resiko kegagalan bibit mati. Masuk akal bahwa tanaman yang lebih matang
seharusnya mampu bertahan lebih baik; penanaman dalam bentuk rumpun akan
menjamin beberapa tanaman tetap hidup saat pindah tanam (transplanting); dan
penanaman dalam air yang menggenang menjamin kecukupan air dan gulma sulit
tumbuh.
Terlepas dari alasan di atas, para
petani yang menerapkan metode SRI belum menemukan resiko yang lebih besar
daripada metode tradisional. Empat penemuan kunci penerapan SRI adalah:
1. Bibit dipindah lapang
(transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda,
biasanya saat berumur 8-15 hari (Lihat Gambar 1). Benih harus disemai dalam petakan khusus
dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Saat transplantasi dari petak semaian, perlu
kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap
lembab. Jangan bibit dibiarkan
mengering. Sekam (sisa benih yang telah
berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi
yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditranplantasikan secepat mungkin setelah
dipindahkan dari persemaian ---sekitar ½ jam, bahkan lebih baik 15 menit. Saat menanam bibit di lapangan, benamkan
benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas
(ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar
membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah.
Tranplantasi saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi
guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar
selama tahap pertumbuhan vegetatif.
Bulir padi dapat muncul pada malai (misalnya “kuping” bulir terbentuk di
atas cabang, yang dihasilkan oleh batang yang subur). Lebih banyak batang yang muncul dalam satu
rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh
malai.
2. Bibit ditanam satu-satu daripada
secara berumpun
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada
secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini
dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam
perakaran. Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang
tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah.
Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu,
dan ketika uraian berikut diikuti :
3. Jarak tanam yang lebar
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam
pola luasan yang cukup lebar dari segala arah.
Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm
Sebaiknya petani berani mencoba berbagai jarak tanam dalam berbagai
variasi, karena jarak tanam yang optimum (yang mampu menghasilkan rumpun subur
tertinggi per m2) tergantung kepada struktur, nutrisi, suhu, kelembaban dan
kondisi tanah yang lain. Pada prinsipnya tanaman harus mendapat ruang cukup
untuk tumbuh. Mungkin anda pernah juga menggunakan metode lain selain SRI,
namun jarang yang jarak tanam terbaiknya dibawah 20 cm x 20 cm. Hasil panen
maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga
hanya 4 tanaman per m2.
Untuk membuat jarak tanam yang tepat (untuk memudahkan pendangiran),
petani dapat meletakkan tongkat-tongkat dipinggir sawah, lalu diantaranya
diikatkan tali melintas sawah. Tali harus diberi tanda interval yang sama,
sehingga dapat menanam dalam pola segi empat. Dengan jarak tanam yang lebar
ini, memberi kemungkinan lebih besar kepada akar untuk tumbuh leluasa, tanaman
juga akan menyerap lebih banyak sinar matahari, udara dan nutrisi. Hasilnya
akar dan batang akan tumbuh lebih baik (juga penyerapan nutrisi). Pola segi empat juga memberi kemudahan untuk
pendangiran (lihat no. 6 di bawah).
Jika petani sudah lebih berpengalaman, mereka dapat menghemat waktu
dengan hanya menandai titik persilangan tali di petak sawah dengan lidi atau
alat lain. Dalam metode SRI kebutuhan benih jauh lebih sedikit dibandingkan
metode tradisional, salah satu evaluasi SRI menunjukkan bahwa kebutuhan benih
hanya 7 kg/ha, dibanding dengan metode tradisional yang mencapai 107
kg/ha. Belum lagi hasil panen yang
diperoleh berlipat ganda karena setiap tanaman memproduksi lebih banyak padi.
4. Kondisi tanah tetap lembab tapi
tidak tergenang air
Secara tradisional penanaman padi biasanya selalu digenangi air. Memang benar, bahwa padi mampu bertahan dalam
air yang tergenang. Namun, sebenarnya air yang menggenang membuat sawah menjadi
hypoxic (kekurangan oksigen) bagi akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan. Akar padi akan mengalami penurunan bila sawah
digenangi air, hingga mencapai ¾ total akar saat tanaman mencapai masa
berbunga. Saat itu akar mengalami die
back (akar hidup tapi bagian atas mati). Keadaan ini disebut juga
“senescence”, yang merupakan proses alami, tapi menunjukkan tanaman sulit
bernafas, sehingga menghambat fungsi dan pertumbuhan tanaman.
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem
tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap
vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah
harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan
agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk
“mencari” air. Sebaliknya, jika sawah
terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen
untuk dapat tumbuh dengan subur.
Kondisi tidak tergenang, yang dikombinasi dengan pendangiran mekanis,
akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah dan akar berkembang
lebih besar sehingga dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Pada sawah yang
tergenang air, di akar padi akan terbentuk kantung udara (aerenchyma)
yang berfungsi untuk menyalurkan oksigen.
Namun, karena kantung udara ini mengambil 30-40% korteks akar,
maka dapat berpotensi menghentikan penyaluran nutrisi dari akar keseluruh
bagian tanaman. Penggenangan dapat
dilakukan sebelum pendangiran untuk mempermudah pendangiran (lihat no. 5). Selain itu, penggenangan air paling baik
dilakukan pada sore hari (bila pada hari itu tidak hujan), sehingga air yang
berada di permukaan mulai mengering keesokan harinya. Perlakuan ini membuat sawah mampu untuk
menyerap udara dan tetap hangat sepanjang hari; sebaliknya sawah yang digenangi
air justru akan memantulkan kembali radiasi matahari yang berguna, dan hanya
menyerap sedikit panas yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Dengan SRI, kondisi tak tergenangi hanya
dipertahankan selama pertumbuhan vegetatif.
Selanjutnya, setelah pembungaan, sawah digenangi air 1-3 cm seperti yang
diterapkan di praktek tradisional. Petak
sawah diairi secara tuntas mulai 25 hari sebelum panen.
Sebagai tambahan untuk 4 prinsip ini, 2 praktek lain sangat penting dalam
metode SRI. Keduanya tidak berlawanan dan telah lama dikenal oleh petani dalam
bercocok tanam.
5. Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan
atau alat sederhana (lihat gbr 3). Para
petani di Madagaskar beruntung setelah menggunakan alat pendangiran yang
dikembangkan International Rice Research Institute sejak tahun 1960-an, yang
mampu mengurangi tenaga kerja dan meningkatkan hasil panen. Alat ini mempunyai roda putar bergerigi yang
berfungsi untuk mengaduk tanah saat ditekan ke bawah dan tidak merusak tanaman
karena ada jarak diantara roda.
Pendangiran ini membutuhkan banyak tenaga ---bisa mencapai 25 hari kerja
untuk 1 ha--- tapi hal ini tidak sia-sia karena hasil panen yang diperoleh
sangat tinggi.
Pendangiran pertama dilakukan 10 atau 12 hari setelah tranplantasi, dan
pendangiran kedua setelah 14 hari. Minimal disarankan 2-3 kali pendangiran,
namun jika ditambah sekali atau dua kali lagi akan mampu meningkatkan hasil
hingga satu atau dua ton per ha. Yang lebih penting dari praktek ini bukan
sekedar untuk membersihkan gulma, tetapi pengadukan tanah ini dapat memperbaiki
struktur dan meningkatkan aerasi tanah.
6. Asupan Organik
Awalnya SRI dikembangkan dengan menggunakan pupuk kimia untuk
meningkatkan hasil panen pada tanah-tanah tandus di Madagaskar. Tetapi saat subsidi pupuk dicabut pada akhir
tahun 1980-an, petani disaarankan untuk menggunakan kompos, dan ternyata
hasilnya lebih bagus. Kompos dapat
dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan
bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium,
daun-daun taaman kacang-kacangan dapat menambah unsur N, dan tanaman lain
seperti Tithonia dan Afromomum angustifolium, memberikan
tamabahan unsur P. Kompos menambah
nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah. Di tanah yang miskin jika tidak di pupuk
kimia, secara otomatis perlu diberikan masukan nutrisi lain. Pedomannya: dengan
hasil panen yang tinggi, sesuatu perlu dikembalikan untuk menyuburkan tanah!
Mengapa SRI berhasil ?
SRI berhasil
karena menerapkan konsep sinergi. Dalam konteks ini, sinergi menunjukkan bahwa
semua praktek dalam SRI berinteraksi secara positif, saling menunjang, sehingga
hasil keseluruhan lebih banyak daripada jumlah masing-masing bagian. Setiap bagian dari SRI bila dilakukan akan
memberikan hasil yang positif, tapi SRI hanya akan berhasil kalau semua praktek
dilaksanakan secara bersamaan.
Ketika
dipakai bersamaan, praktek SRI memberi dampak pada struktur tanaman padi yang
berbeda dibandingkan praktek tradisional.
Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak batang,
perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk
menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas
untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah. Untuk ini akar membutuhkan kondisi tanah,
air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang optimal. Akar juga memerlukan
energi hasil fotosintesis yang terjadi di batang dan daun yang ada di atas
tanah. Sehingga akar dan batang saling tergantung. Saat kondisi pertumbuhan
optimum, ada hubungan positif antara jumlah batang per tanaman, jumlah batang
yang menghasilkan (malai), dan jumlah bulir gabah per batang.
Tanaman padi dalam model SRI akan tampak kecil, kurus dan jarang di sawah
selama sebulan atau lebih setelah transplantasi. Dalam bulan pertama, tanaman mulai
menumbuhkan batang. Selama bulan ke-2 pertumbuhan batang mulai terlihat nyata.
Dalam bulan ke-3, petak sawah tampak “meledak” dengan pertumbuhan batang yang
sangat cepat. Untuk memahami hal ini, perlu dimengerti konsep phyllochrons, sebuah konsep yang
diaplikasikan pada keluarga rumput-rumputan, termasuk tanaman biji-bijian
seperti padi, gandum, dan barley.
Phyllochron bukan suatu
benda, tetapi periode waktu antara munculnya satu phytomer (satu set
batang, daun, dan akar yang muncul dari dasar tanaman) dan perkecambahan
selanjutnya (lihat Tabel 2). Ukuran phyllochrons
ditentukan terutama oleh temperatur, tapi juga dipengaruhi oleh faktor lainnya
seperti panjang hari, kelembaban, kualitas tanah, kontak dengan air dan cahaya
serta ketersediaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar